Jakarta oh Jakarta

Kemacetan di Jakarta - sumber foto: www.antarafoto.com

Macet! Ya, macet memang salah satu masalah utama di ibukota ini. Bahkan tak jarang, untuk menempuh jarak yang hanya 2 atau 3 Kilometer saja, memakan waktu hingga puluhan menit. Seperti yang terakhir kali saya alami pada hari Rabu malam yang lalu, perlu waktu lebih dari 30 menit untuk berpindah tempat dari perempatan BI ke bundaran HI. Dahsyat kan?

Sebagai sebuah kota yang menyandang predikat ibukota negara dan juga metropolitan, kemacetan lalu lintas memang tidak bisa dihindari. Macet, kepadatan penduduk dan biaya hidup tinggi adalah 3 ciri utama dari kota metropolitan di negara manapun. Tetapi bukan berarti kemacetan lalu lintas tidak bisa di minimalisir. Setuju?

Berdasarkan data Direktur Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya yang dilansir oleh Republika.co.id, jumlah total kendaraan di wilayah Jadetabeka (Jakarta Depok Tangerang Bekasi dan Karawang) mencapai 13.347.802 unit yang beroperasi pada 2011.

Jumlah kendaraan tersebut, terdiri atas mobil penumpang sebanyak 2.541.351 unit (19 persen), mobil muatan beban mencapai 581.290 unit (4,4 persen), bus sekitar 363.710 unit (2,7 persen) dan sepeda motor berjumlah 9.861.451 unit (73,9 persen).

Dan diperkirakan, pertumbuhan jumlah kendaraan meningkat sekitar 10-12 persen atau bertambah 1,3 juta unit kendaraan jenis mobil dan sepeda motor di wilayah DKI Jakarta selama 2012.

Bisa dibayangkan, betapa semakin sesaknya arus lalu lintas di Jakarta pada hari-hari mendatang.

Namun, tentu saja kemacetan yang terjadi di Jakarta tidak serta merta hanya disebabkan oleh pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor saja. Ada beberapa faktor yang saling terkait sehingga menimbulkan efek sebab akibat.

  1. Pertumbuhan ekonomi yang belum merata, membuat arus urbanisasi tak terbendung. Dan itu berakibat pada peningkatan jumlah penduduk Jakarta meningkat tajam dari tahun ke tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk tentunya berbanding lurus dengan kebutuhan transportasi/kendaraan.
  2. Pertumbuhan kapasitas ruas jalan yang tidak sebanding dengan jumlah pertumbuhan kendaraan bermotor.
  3. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang sangat tajam. Hal ini dipicu oleh tidak adanya pembatasan atau aturan yang cukup ketat.
  4. Kurang bagusnya (jika tidak boleh disebut buruk) sistem transportasi yang ada, yang hampir tidak ada jaminan tentang kenyamanan, keselamatan dan keamanan bagi para penumpang menyebabkan mayoritas orang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi.Belum lagi faktor tidak adanya jaminan jadwal kedatangan dan keberangkatan serta jumlah angkutan umum yang masih sangat minim.
  5. Gengsi yang tinggi dari masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Poin ini mungkin hanya berkontribusi beberapa persen saja, tapi tetap sebagai salah satu faktor timbulnya kemacetan.

Mungkin masih banyak lagi faktor lainnya yang saling mengikat satu sama lain yang menyebabkan kemacetan di Jakarta, dan itulah yang harus jadi perhatian serius serta perlu penanganan yang sesegera mungkin dari pemerintah.

Jika tidak segera dilakukan tindakan yang nyata, bisa dibayangkan tingkat kemacetan yang akan terjadi pada 1, 2 atau 3 tahun ke depan. Sekarang saja sudah macet parah, apalagi nanti?

Kemacetan bukan hanya bicara semakin lamanya waktu tempuh dari titik A ke titik B, tetapi juga tentang penurunan tingkat produktifitas dari semua lapisan yang ada di Ibukota. Semakin macet, semakin lama kita berada di jalan dan semakin sedikit waktu yang tersisan untuk berkarya. Setuju?

Pemerintah memang pihak yang harus bertindak, tetapi kita juga harus mendukung kebijakan yang akan diambil selama itu memang untuk menuju ke arah perbaikan.

Jakarta oh Jakarta ..

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *