Dan Wanita Itu … (6)

Aku hanya tersenyum mendengar protesnya. Mungkin dia menganggap kalau celotehku tadi hanya berupa gurauan. Tapi sebenarnya aku sendiri sedikit terkejut, karea apa yang baru saja aku ucapkan, keluar begitu saja dari mulutku.

Atau mungkin … perasaan yang selama ini kurasakan adalah rasa sayang pada wanita itu. Rasa yang terlahir dari perkawinan silang antara hati, jiwa dan perasaan.

Kalau memang seperti itu adanya, lalu kenapa bisa secepat ini timbul rasa sayang di hatiku? Walah, itu yang aku sendiri tidak tahu. Atau mungkin juga, perasaan itu timbul karena dialah wanita pertama yang mampu membuatku terpesona pada pandangan pertama. Selain itu, dia juga sosok orang yang enak diajak ngomong, tanpa basa-basi, pintar dan didukung dengan paras dia yang lumayan cantik. Entahlah ….

”Sayang kok nyela mulu”, lanjutnya ”Lho … justru karena sayang itulah aku mencela. Biar seseorang itu tau kejelekkannya dan merubahnya. Kalo aku gak sayang … ngapain aku urusin”, aku mencoba berargumentasi.

”Seperti misalnya, kalau aku bilang kamu jelek itu berarti biar besok kamu mau tampil agak cantikkan dikit”, lanjutku ”Biarin jelek … tapi situ suka kan?”, ledeknya sambil tertawa. Akupun hanya tersenyum dibuatnya. Namun sebenarnya dibalik senyuman itu aku harus mengakui kalau aku memang suka dia.

__________________________________________________

Perjalanan kami malam itu dihiasi dengan saling ejek. Tidak ada satupun obrolan yang tidak diakhiri dengan ejekan.

Justru suasana seperti itu yang memang aku harapkan. Tidak ada rasa segan, tidak ada basa-basi dan saling jaga jarak meskipun aku baru mengenalnya. Setidaknya, suasana malam itu layaknya aku sedang jalan dengan seorang sahabat lama. Seorang sahabat yang bisa mengerti, bisa berbagi dan bisa saling mengisi.

***

Setelah makan di sebuah warung steak lokal di daerah Bekasi, aku bermaksud mengantarkannya pulang. Selain waktu sudah menjelang jam 10 malam, aku juga bukan tipe lelaki yang tidak bertanggung jawab. Aku yang mengajak dia, berarti aku pula yang harus mengantarnya.

”Mas, aku turun di depan aja ya”, ucapnya setelah mobilku melewati gerbang sebuah perumahan. ”Emang dekat dari situ?”, tanyaku ”Enggak. Nanti aku ngojek saja”, jawabnya

”HAH ???? Nggak bisa. Sudah bukan jamannya lagi seorang laki-laki menurunkan wanita di tengah jalan”, tolakku. ”Kan bukan mas Daru yang menurunkanku di tengah jalan, tapi aku yang minta sendiri”, kilahnya

”Gak bisa. Emang kenapa kalau aku anterin sampai ke rumah? Malu?”, tanyaku mengejar alasannya. ”Iya .. aku kan malu-maluin. Eh enggak ding. Sudahlah mas, aku ngojek saja”, dia ngotot.

Aku hanya memandanginya dengan penuh tanda tanya tentang alasan dia mengapa tidak mau aku antar sampai depan pintu rumahnya.

”Kenapa sih?”, tanyaku pelan ”Nggak papa”, jawabnya ”Tapi aku nggak mau menurunkanmu di jalan. Karena aku sayang kamu!”

Glek! Kerongkonganku terasa kering. Kenapa kalimat itu meluncur lagi dari mulutku? Apakah sebenarnya aku memang benar-benar sayang pada wanita yang sedang duduk di sampingku?

”Sudahlah mas. Let it be my secret. Ok?”, jawabnya sok bule.

Aku hanya terdiam. Sementara gerimis mulai turun seolah ingin menjadi saksi tentang awal kisah suatu cerita yang akan kami perankan.

”Gerimis lho”, ujarku singkat ”Nggak papa. Deket kok”, jawabnya ngotot ”Ya sudah. Kali ini aku penuhi permintaanmu. Lain kali aku harus anterin kamu sampai depan rumah. Atau kita nggak jalan sama sekali”, kataku sedikit emosi. Dia hanya terdiam.

”Mas, terima kasih ya. Hati-hati di jalan. Assalamualaikum”, ujarnya ”Sama-sama. Waalaikumsalam”, jawabku.

Aku hanya memperhatikan dari dalam mobil sementara dia memanggil seorang tukang ojek yang sedang

mangkal tak jauh dari tempatku berhenti.

Dan gerimis pun mulai berubah menjadi hujan, ketika bayangan tukang ojek dan wanita itu mulai menjauh dan akhirnya sudah tidak lagi tampak dalam kegelapan malam.

Aku segera menjalankan mobilku. Sepanjang perjalanan pulang ke Jakarta, aku terus memikirkan wanita itu, termasuk juga alasan tidak masuk akal yang telah disampaikannya kepadaku.

Kenapa aku terlalu memikirkannya? Apakah aku memang sayang pada wanita itu atau sebenarnya aku telah jatuh cinta?

Mungkin pertanyaan terakhir itulah yang sebenarnya telah membuatku gelisah dan selalu terngiang jawaban terakhir dia ”Let it be my secret”.

”Damn, what is your secret?”, aku semakin bertanya- tanya dalam hati. Apa sebenarnya yang sedang terjadi sehingga harus ditutup-tutupi?

***

Mungkin perasaan sayangku selama ini, telah membuat gerah perasaan yang lain. Satu perasaan yang sebelumnya hanya terdiam tanpa mau ikut campur, menyeruak ke permukaan dan memperlihatkan keangkuhannya.

Cinta … ya, ternyata aku telah jatuh cinta. Itulah perasaan yang tidak pernah rela dan tidak bisa hanya berpangku tangan ketika rasa sayang dikedepankan.

Aku sebenarnya adalah tipe orang yang susah untuk jatuh cinta, namun ketika cinta itu datang maka tak ada pilihan lain selain menerimanya, meskipun akhirnya akan sulit bagiku untuk melupakannya.

Tapi aku juga bukanlah tipe lelaki penganut cinta buta. Cinta yang hanya mempedulikan perasaan suka tanpa peduli tentang siapa sebenarnya yang dicinta.

”Aku tidak akan berpikir 2 kali untuk mencintai seseorang, tapi aku akan berpikir 1000 kali untuk mengatakannya”

Aku harus tahu secara pasti, siapa orang yang kucinta. Dan bukan berarti aku bermaksud memata-matai kehidupan seseorang jika aku mencari tahu siapa dia sebenarnya. Aku hanya ingin kejelasan … itu saja.

Sebenarnya aku berniat untuk bertanya langsung dan meminta wanita itu menceritakan segala hal tentang dirinya. Tapi jawaban tempo hari membuatku mengurungkan niat itu.

Jawaban ”Let it be my secret” yang pernah kuterima, jelas-jelas menyatakan bahwa ada sesuatu yang dia tidak ingin aku mengetahuinya. Dan satu-satunya cara untuk mengungkap ”rahasia” itu adalah melalui orang-orang terdekat disekelilingnya.

Lalu siapa orangnya yang bisa membantuku? Sementara tak satupun dari saudara atau kerabatnya yang aku kenal. Dan juga, belum genap satu bulan aku mengenal wanita itu.

***

Mungkin tak salah jika ada pepatah mengatakan ”Dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan”. Karena tiba-tiba aku teringat akan seorang teman satu sekolah dulu, yang kebetulan tinggal di kota yang sama dengan asal wanita itu.

”Tong, loe tau nomor telponnya Hari?”, tanyaku pada teman kost-ku. ”Hari yang di Bandung?”, dia balik bertanya ”Iya”, jawabku

”Emang ada apaan?”, dia bertanya lagi ”Ada urusan mendadak nih” ”Bentar”, katanya seraya mencari-cari di phone book– nya. ”08 …….”, dia menyebutkan sederet nomor,”Tapi itu kalau belum ganti ya”. ”Ok. Thanks … gue mau nelpon dia dulu”, kataku sambil ngeloyor pergi agak menjauh.

”Har, dimana loe?”, tanyaku ketika temanku mengangkat telponnya. ”Siapa nih?”, jawab orang di seberang ”Daru”, jawabku

”Weiii … ada apaan. Tumben telpon”, katanya

”Gini, gue gak bisa ngomong lama-lama nih, Har. Soalnya gue males kalau nelpon cowok lama-lama”, gurauku. ”Gila loe. Ada apaan emang?”

”Gini Har, gue minta tolong loe. Tolong loe cari tau informasi tentang seorang cewek”, lanjutku ”Hah … gimana caranya?”, tanyanya bingung. ”Gampang. Bokapnya punya toko disamping terminal. Loe besok kesana, pura-pura sebagai teman lama dan tanyakan tentang dia. Namanya Indri”, jelasku.

”Tanya apaan?” ”Waduh … ya apa aja, dodol! Tanya dia sekarang kerja dimana, dan apa aja deh. Pokoknya kondisikan loe sok kenal aja. Kalau perlu tanya dia sudah nikah apa belum?”

Glekk … kalimat terakhir itu spontan keluar dari mulutku tanpa aku rencanakan sebelumnya. Mungkin firasatku yang mendadak mengontrol mulutku untuk memitanya menanyakan hal itu.

”Emang kenapa? Gebetan loe?”, tanya dia lagi ”Udahlah … yang jelas besok malam gue telpon lagi dan loe udah harus dapet infonya. Ok?” ”Emang ada apa sih? Ngebet banget kayaknya?” ”Ini bukan masalah ngebet atau nggak. Tapi gue sekarang mencari calon istri, bukan pacar. Jadi gue gak mau tanggung-tanggung”, jelasku ”Kenapa loe nggak tanya langsung aja sama dia?” ”Gak bisa. Karena ada sesuatu yang gue rasa agak aneh. Sudahlah, gue gak bisa menceritakan lebih banyak lagi. Yang jelas, cari informasi sebanyak-banyaknya”, pintaku.

 

bersambung …

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *